Hari ini, saya jumatan di mesjid sebuah kampus perguruan tinggi Islam di Kota Serang. Mesjidnya terletak di dalam area kampus. Untuk sampai ke lokasi, dari pintu gerbang utama, melewati banyak gedung. Gedung rektorat, gedung pelayanan mahasiswa, dan ruang kelas, atau ruang belajar.
Saat adzan berkumandang, hampir semua lelaki, bergegas menuju mesjid. Baik mahasiswa, dosen, pegawai, dan masyarakat umum. Ada satu pemandangan yang unik; kaum perempuan. Tak seperti para lelaki, mereka tak acuh; berkutat dengan aktifitasnya.
Mereka nampak sendiri atau bersama kawannya berbincang didepan kelas. Bahkan ada yang asik masyuk berbincang didepan kelas yang langsung berhadapan dengan mesjid. Mungkin sedang mengerjakan tugas.Lalu, dimana letak uniknya?
Kumandang adzan jumat merupakan ajakan untuk melaksanakan solat jumat sebagai pengganti solat duhur. Solat duhur merupakan solat wajib bagi umat Islam, baik laki-laki maupun perempuan. Bahwa perempuan tidak diwajibkan untuk melaksanakan solat jumat, itu benar. Mereka bisa melakukan solat dhuhur.
Nah, walaupun perempuan tidak wajib melaksanakan solat jumat, ada baiknya mereka juga bergegas ke mesjid untuk melaksanakan solat duhur. Saya melihat, ada ruang khusus perempuan disamping mesjid. Melaksanakan solat duhur bersamaan dengan selama para laki-laki melaksanakan solat jumat.
Dengan cara begitu, tidak ada lagi pemandangan “ironi”; perempuan yang abai pada kumandang adzan di lingkungan perguruan tinggi Islam. Mesti ada regulasi dari pihak rektorat atau dekan untuk menerapkan “aturan” ini.
Bila mesti begitu dianggap berat, paling tidak para perempuan yang notabene adalah mahasiswi bisa “menyembunyikan diri” selama jumatan berlangsung. Tidak menampakkan diri di ruang publik, yang akan menimbulkan stigma abai terhadap panggilan sakral untuk waktunya beribadah.
Dengan begitu, semangat keberagamaan akan semakin terasa dan nampak. Memulai kebiasaan baru memang kadang terasa berat bahkan aneh. Tapi, karena “segala sesuatu pasti ada awalnya, dan setiap yang pertama tidak langsung sempurna”, maka kiranya baik untuk dimulai. Wallahualam.
*
Ocit Abdurrosyid Siddiq
Serang, 18 Juni 2021